Minggu, 09 Agustus 2009

KOMEDI DIANTARA DONGENG DAN SEJARAH

Masih juga belum selesai gelak tawa cerita komedi dari dongeng sejarah Lewokoli, salah satu dari generasi kontemporer Lewoingu yang bercerita tentang pasar terkenal di Lewokoli tempo dulu. Dari imajinasi dongennya yang kosong, ia bercerita tentang fenomena pasar Lewokoli yang ramai, ada kereta kuda, ada dokar/ delman, ada ratusan bahkan ribuan orang hilir-mudik datang dan pergi ke Lewokoli, karena Lewokoli adalah pasar yang terkenal, kota dagang dan tempat strategis baik dari segi ekonomi, politik dan budaya. Tapi apa faktanya ? apakah cerita itu memliki bekas - bekas sejarah sehingga dapat diterima sebagai indikator untuk menilai sebuah fakta sejarah ? Ternyata ketika logika sehat melakukan analisa causalitas antara fakta dan cerita, maka hanya ada satu jawaban; itu adalah dongeng yang tak kesampaian sehingga jatu menjadi lelucon dan guyonan , sehingga masyarakat awam Lewoingu tertawa dan terus tertawa.

Rasah geli itu belum selesai ....................
Hari ini muncul lagi komedi baru; masih dari master pesona Gresiktuli sang Demong Pagong itu. Imajinasi dongengnya menceritrakan bahwa Gresiktuli berasal dari tanah Jawa, berkelana kearah timur, melewati pulau Bali, singgah di pelabuhan Bajo, sampai di Hewa dan ile khue dan akhir ceritra terdampar di Lewokoli. Bila kita mengikuti alur ceritanya maka Lewokoli adalah sebuah tempat dengan pesona luar biasa, punya daya tarik mengalahkan pesona pulau dewata dan tempat lain, sehingga menggoda Gresiktuli utuk menetap ditempat yang namanya lewokoli.
Dari cerita yang sama penulis membubuhi dongengnya dengan kata bahasa daerah khas lewoingu ' go gresik tanah tawa, belia gere go gere, belia lesa go lesa', selanjutnya mo di amuu'ng kae, go mehakeng hena, go pana tiro lera gere' . Dua kalimat dalam bahasa daerah ini disinyalir sebagai bahasa Gresiktuli yang bertujuan untuk meyakinkan para pembaca untuk menerima dongeng dari hasil imajinasi kosongnya ini.

Mengapa tesis ini menjadi sebuah dongeng ?
Pertama : Sang penutur dan penulis cerita mengandaikan bahwa Gresiktuli yang mengalami hidup dan mati secara bergantian dan berkesinambungan ' belia gere go gere belia lesa go lesa' Gresiktuli mengalami kehadiran dan kepergian berkali kali mengikuti fenomena bintang besar (belia). Gresiktuli yang fakta mejadi Gresiktuli yang abu abu karena hdup diantara gelap dan terang. Tanpa ia sadari, dengan menggunakan bahasa daerah, ia terjebak dalam logika imajinasinya, karena ia tidak mampu menunjukan apa substansi yang ingin disampaikan dengan istilah itu. Artinya logika imajinasinya mengalami jalan buntu dan terkapar tak berdaya. Kedua: Sang imajinator mengandaikan bahwa Gresiktuli mengalami kesedihan karena seolah olah ada pihak lain yang dekat dengannya mengalami kematian ' mo di amu'ung kae go mehakeng hena, go pana tiro lera gere'. Penulis cerita serta merta menyertakan orang lain dalam kebersamaan perjalanan dengan Gresiktuli, tetapi kebersamaan itu menjadi anonim, kebersamaan itu ada dalam ketiadaan, artinya penulis mau menyatakan bahwa ada orang lain yang bersama Gresiktuli, tapi orang itu sudah mati. Logika nalar penulis sebenarnya sedang terjepik bahkan terkekang oleh logika nalar yang semrawut, sehingga alur dongengnya mejadi lepas dan tercecer. Penulis tidak menyadari bahwa analisa tesis nya berada diatas premis yang tidak hanya rapuh tapi juga konyol. Ketiga Perjalanan Gresiktuli dalam cerita itu belum sampai di Lewokoli tetapi penggunaan bahasa daerah adalah bahasa khas Lewoingu, bahasa semacam itu tidak dikenal di Hewa, di pelabuhan Bajo apalagi di Bali. Artinya penulis mulai membuka diri bahwa cerita yang disampaikan hanyalah rekayasa sehingga tidak dapat dipercaya. Penulis tidak menyadari bahwa penggunaan bahasa daerah yang khas Lewoingu oleh Gresiktuli sebelum ia menginjakkan kakinya di Lewokoli adalah premis yang tidak logis dan tidak masuk akal. Tetapi menjadi nyata bahwa peulis melakukan tindakan rekayasa dan manipulasi, dan semuanya itu adalah ekspresi dari kebohongan seorang Rafael Raga Maran. Keempat Penulis mengingkari ada daerah Lewopao, sebagai bentuk ketidaktahuan penulis tentang wilayah disekitar Lewoingu. Fakta wilayah yang bernama Lewopao itu ada walaupun bukan wilayah newa nura Lewoingu, lewopao disebutkan sebagai tempat persinggahan Gresiktuli dalam proses perburuan binatang liar. Kalau anda tidak mengetahui daerah itu bagi saya wajar karena anda tidak bersahabat dengan masyarakat lewoingu dalam memperjuangkan air bersih sebagai komoditi vital masyarakat Lewoingu dari dahulu sampai hari ini. Kelima; Dongeng penulis tentang Gresiktuli yang musafir, berkelana dan terdampar di Lewokoli, adalah kekeliruan yang fatal karena analisa itu menempatkan Gresiktuli dan semua keturunanya sebagai kategori masyarakat tena mao, tanpa anda sadari bahwa logika kekoyolan anda ibarat meniti bui diatas bara api, karena implikasinya adalah penghinaan pada Leluhur Gresiktuli dan semua keturunannya termasuk anda menghina diri sendiri. Keenam; Dipihak lain, serta merta penulis menempatkan Gresiktuli dan semua keturunannya adalah 'Demong Pagong', menjadi nyata bagi saya bahwa seorang Rafael Raga Maran tidak memahami apa makna dan hakikat demong pagong yang diberikan kepada Gresiktuli dan semua keturunanya. Lalu apa artinya anda berbicara tentang sejarah kalau berbagai simbol yang ada hari ini anda tdak memahaminya

Bung Rafael !
Pernakah anda bertanya, mengapa Gresiktuli dan semua keturunannya diakaui oleh raja Larantuka, terutama oleh Fransisco Adobala ( lengkapnya Don Fransisco Olla Adobala Dias Viera Ghodinho) sebagai demong pagong bahkan diangkat menjadi kakang untuk wilayah Lewoingu dan sekitarnya. Bahkan dari Pati Golo Arakiang dan istrinya Wato Bale Ata Utan serta semua anaknya Kudi Lelen Bala, Kudi Padu Ile, Laha Lapan Dore telah ada hubungan yang harmonis dengan Gresiktuli dan keturunanya, sehingga dikenal gatak Lewoingu tentang raja Larantuka " Mandiri tanah lolong, talu subang lagang doni, usi elo ade nolang"

Bung Rafael !
Gresiktuli dan semua keturunanya adalah "Demong Pagong"
Demong peeng betok rae koting bala pukeng
Pagon peeng burak rae awto tonu lolong
Betok lali tanah haka, burak lali ekang gere
betok naang bai ehang, burak naang beda soka toya

Bung Rafael !
Dongeng anda tidak akan pernah diterima oleh siapapun termasuk kaka ari ata maran yang lain.
Jangan menggali lobang sendiri
Jangan anda terantuk pada batu yang sama
Tetapi ketika semuanya terus berulang, maka tidak akan ada rasa sungkan untuk mengatakan

" ANDA BUKAN KETURUNAN LANGSUNG DARI GRESIKTULI"

Salam.......................................

Marselinus Sani Kelen

Jakarta














Tidak ada komentar: